Seminar Uji Kritis Terhadap RUU Cipta Kerja: Mengamcam Tatanan Hukum Yang Dibangun Dalam Konstititusi
12 Mei 2020, 17:14:15 Dilihat: 466x
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mengamcam tatanan hukum yang telah lama dibangun dalam Konstitusi. Hal itu disampaikan Dr. Moh. Saleh, SH, MH dalam Seminar Nasional (virtual) “Uji Kritis Terhadap RUU Cipta Kerja Ditinjau dari Perspektif Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum (FH) Universitas Narotama pada hari Selasa (21/04/2020) siang.
Seminar tersebut menghadirkan narasumber Dr. Habib Adjie, SH, M.Hum (Kaprodi Magister Kenotariatan Universitas Narotama), Dr. Moh. Saleh, SH, MH (Pakar Hukum Konstitusi Universitas Narotama), dan Dr. Nynda Fatmawati O, SH, MH (Dosen FH Universitas Narotama), dengan moderator Bambang Arwanto, SH, MH.
Moh. Saleh yang membahas RUU Cipta Kerja Dalam Perspektif Hukum Tata Negara mengatakan, banyak sekali Norma hukum dalam RUU Cipta Kerja yang melanggar prinsip hukum dan konsep hukum. RUU Cipta Kerja yang seharusnya dibangun untuk lebih meningkatkan standar hidup layak bagi pekerja/buruh, malah semakin memperburuk nasib mereka dengan banyak menghilangkan hak-hak pengupahan dan hak-hak normatif lainnya.
“Hal itu mengindikasikan bahwa RUU Cipta Kerja tidak berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi sebagai media penghambaan pemerintah terhadap investor atau kaum pemodal asing,” kata Moh. Saleh.
Sedangkan Habib Adjie lebih melihat dari perspektif kebijakan pendirian badan usaha dalam RUU Cipta Kerja. Menurutnya, perubahan yang substansi dalam RUU Cipta Kerja antara lain menghidupkan kembali Badan Hukum Pendidikan (BHP) untuk penyelengaraan pendidikan oleh swasta (masyarakat), pendirian Koperasi Primer hanya (minimal) 3 orang saja, untuk perseroan UMKM dan Usaha Kecil dan Menengah bisa didirikan dengan pernyataan oleh satu orang saja, Badan Usaha Milik Desa (desa) ditegaskan sebagai badan hukum.
Bahwa upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan dan perlindungan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektoral yang dilakukan secara parsial tidak efektif dan efisien untuk menjamin percepatan cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum melalui pembentukan Undang-Undang dengan menggunakan metode `omnibus law` yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa undang-undang ke dalam satu Undang-Undang secara komprehensif.
Sementara itu, Nynda Fatmawati menilai RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang `grasa grusu` (tergesa-gesa/gegabah) yang akhirnya banyak pihak menyayangkan draft RUU ini. Lebih disesalkan karena usaha untuk mengesahkannya tetap berjalan di saat RUU ini masih menjadi kontroversi dan di sisi lain masyarakat harus mematuhi himbauan pemerintah untuk beraktivitas di rumah saja. Pasal 5 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur tentang asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, diantaranya kejelasan rumusan dan keterbukaan.
Nynda Fatmawati menambahkan, banyaknya kritik dan penolakan salah satunya karena perumusannya tidak tepat. Kalau memang undang-undang ini diistilahkan sebagai “undang-undang sapu jagat” maka seharusnya isinya dapat menjadi solusi untuk banyak masalah yang berkaitan dengan aturan (atau penerapan aturan) yang lama. Atau setidaknya muncul inovasi yang membuat aturan lama semakin mutakhir mengikuti perkembangan jaman. Selain itu, tidak semua bidang ideal untuk “diindustrialisasi”, ada nilai bangsa, visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya dan jauh lebih baik jika tidak dimentahkan. Memaksakan untuk mengesahkan RUU menimbulkan pertanyaan tentang urgensinya.
“Menggunakan alasan `toh nantinya dapat diajukan pembatalan di Mahkamah Konstitusi` sama sekali tidak bijaksana dan mencederai kepercayaan dan harapan masyarakat yang telah memilih orang-orang yang dianggap mampu mewakili mereka,” terang Nynda Fatmawati. [UN]
FOTO: Seminar Nasional (virtual) “Uji Kritis Terhadap RUU Cipta Kerja Ditinjau dari Perspektif Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana”.