Jakarta -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pekan lalu berakhir di level 5.810 atau menguat 0,47 persen. Tercatat, asing melakukan jual bersih sebesar Rp3,93 triliun sepanjang pekan. Sedangkan secara tahun berjalan (year-to-date/ytd), asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp44,51 triliun.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma melihat tren penguatan masih akan berlanjut meski tak dipungkiri kenaikan indeks secara mingguan kian tipis jika dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya yang mampu menguat sebesar 2 hingga 3 persen.
Salah satu indikator yang menjadi landasan analisisnya yaitu capaian indikator Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada November lalu di level 50,6. Angkanya naik dari posisi Oktober 2020 yang berada di level 47,8.
Sebagai catatan, PMI di atas 50 artinya industri dalam negeri memasuki tren ekspansif. Realisasi ini membuat Suria yakin ekonomi RI sudah mulai bangkit, sehingga mampu mengikis keraguan investor di tengah melonjaknya kasus covid-19.
"Dilihat juga ada berita bagus PMI kita sudah tembus 50, berarti (ekonomi) sudah mulai bangkit," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/12).
Hal ini, lanjutnya, sejalan dengan prediksi JP Morgan yang optimis IHSG pada 2021 akan menembus level 6.800. JP Morgan menyebut kepemilikan asing terhadap berbagai indeks di negara berkembang seperti Indonesia masih ringan atau underweight yang tercermin dari catatan jual bersih asing hingga sekarang.
Dengan demikian, ia yakin sebelum 2020 berakhir atau awal 2021, asing akan mulai mengambil posisi di pasar-pasar berkembang.
"Asing sekarang posisinya underweight terhadap pasar berkembang, termasuk Indonesia. Mereka harus masuk, mesti punya posisi, jadi indeks rata-rata targetnya untuk tahun depan tinggi, lebih tinggi dari prediksi saya yang masih 6.500," jelasnya.
Jika asing mulai menunjukkan tanda-tanda masuk ke IHSG seiring dengan sentimen vaksin covid-19 yang sebagian telah tiba pada Minggu (6/12) malam, dia menilai saham-saham favorit asing yang akan diborong lebih dulu.
Saham favorit yang dimaksud adalah empat bank besar atau four big banks, yakni PT BCA Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau BMRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI.
Untuk keempat saham tersebut, Samuel Sekuritas menargetkan harga secara berturut-turut sebesar 35.300, 7.700, 8.000, dan 4.800.
Selain itu, dia juga bilang asing tampaknya mulai melirik sektor pertambangan yang bergerak di komoditas emas dan nikel, terutama batu bara.
Karenanya, ia merekomendasikan saham PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau ANTM, PT Vale Indonesia Tbk atau INCO, PT Bukit Asam Tbk atau PTBA, dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Ia menyarankan mengakumulasi ADRO dengan target di harga 1.600. Sedangkan ANTM, INCO, dan PTBA telah menembus harga targetnya masih berpotensi naik dengan risiko koreksi wajar karena aksi ambil untung.
Lalu, untuk sektor minyak dan gas (migas), ia menyarankan untuk tak langsung memburu saham terkait meski OPEC+ telah menyetujui pemangkasan produksi minyak. Pasalnya, ia menilai keputusan tersebut tak menjamin kestabilan harga minyak karena ketatnya persaingan di antara negara-negara OPEC+ itu sendiri.
Ditambah dengan isu ketegangan antara Presiden Terpilih AS Joe Biden dengan Rusia yang bisa pecah pada tahun depan saat Biden menjabat. Tensi yang berpotensi meningkat menjadi perang dagang ini bisa jadi merusak harga pasar.
Namun tentu, pemangkasan produksi sebanyak 500 ribu barel per hari (bph) dari OPEC+ ini akan menjadi sentimen positif untuk jangka pendek.
"Karena sinyalnya juga Biden akan mengurangi pemakaian minyak fosil dan mengembangkan energi terbarukan," tambahnya.
Sepaham, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan masih optimistis indeks akan melanjutkan penguatan meski dibayangi melonjaknya angka covid-19.
Alfred tak menutup kemungkinan akan terjadi koreksi sehat. Namun, jika angka positif harian terus mencetak rekor baru, risiko pelaku pasar minggat pun kian besar.
"Momentum cukup banyak bagi pasar untuk melakukan profit taking karena angka covid-19 kembali tembus all time high-nya, jadi kemungkinan kondisi ini yang akan memicu pasar profit taking," terangnya.
Memasuki pekan kedua penutupan tahun, ia menilai sentimen atau isu terbesar di pasar modal adalah window dressing atau aksi poles portofolio pialang. Sehingga, ia melihat saham-saham yang akan dibidik adalah saham yang belum mengalami kenaikan optimal (lagging).
Untuk sektornya pun bervariasi, dari konsumer hingga telekomunikasi. Dia merekomendasikan saham PT Indofood CBP Sukses Makmur, PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
Alfred juga melihat kesempatan berinvestasi di sektor kesehatan. Selain perusahaan BUMN yang terjun langsung dalam menyuntikkan vaksin seperti KAEF dan INAF, ia menilai perusahaan swasta yang bergerak di fasilitas medis seperti PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) juga akan diuntungkan.
Sempat naik 24,86 persen pada perdagangan Jumat (4/12) lalu, ia melihat potensi reli pada pekan ini.
Optimisme disebabkan mulai masuknya pesanan untuk program penanganan pandemi dari pemerintah di penghujung tahun 2020. Menjajal jarum suntik, IRRA diproyeksikan akan tumbuh baik di pengujung tahun hingga 2021.
"Tidak bisa dipungkiri kalau masalah alat suntik, mesin plasma darah dan lain-lain itu produk-produk yang bisa dikatakan permintaan masih cukup tinggi," tutupnya.
Sumber : cnnindonesia.com