Melihat Risiko Pom-pom Saham Ala Raffi Ahmad dan Ari Lasso
13 Januari 2021, 09:00:00 Dilihat: 473x
Jakarta -- Baru-baru ini nama Raffi Ahmad dan Ari Lasso menjadi sorotan netizen. Tapi, kali ini kedua pesohor itu disorot karena mempromosikan saham dari salah satu perusahaan tercatat (emiten) di Bursa Efek Indonesia (BEI) bernama PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS).
Dalam unggahan video di Instagram, mereka mengajak publik untuk membeli saham tersebut. Raffi mengatakan jika investasinya dalam 2-3 minggu naik 20 persen menuju 30 persen setelah membeli saham emiten itu.
"Buat kalian semua coba kalian telusuri MCAS, di BEJ. Mantap gaes," ujar Raffi dalam video tersebut.
Sementara Ari Lasso mengatakan jika kinerja saham MCAS meningkat signifikan. Karenanya, ia menyarankan masyarakat mulai berinvestasi di pasar modal dengan membeli saham MCAS.
"Nah, di masa pandemi ini ada satu saham yang luar biasa menarik dari PT M Cash Integrasi, kode sahamnya MCAS di Bursa Efek Jakarta. Kalian bisa cek dalam berapa bulan ini signifikan banget peningkatannya, ini bukan endorse bukan apapun. Saya cuma ingin berbagi dengan teman-teman agar memiliki kesadaran investasi dengan instrumen yang tepat," kata Ari Lasso.
Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengaku menyambut baik ajakan para influencer tersebut karena meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap investasi di pasar modal. Namun, ia juga mengingatkan risiko lain di balik rekomendasi saham.
"Kami menyambut positif influencer seperti mereka namun juga perlu mengingatkan mereka akan tanggung jawab moral kepada para follower dan kemungkinan potensi tuntutan hukum dari para pengikutnya apabila ada yang merasa dikecewakan," jelasnya.
Sementara itu, MCAS menyatakan jika perseroan tidak melakukan endorse pada 2 selebritas tersebut. Menurut MCAS, keputusan investasi pada saham mereka adalah keputusan pribadi Raffi dan Ari Lasso.
Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani menuturkan fenomena rekomendasi saham oleh influencer, tidak hanya dari kalangan selebritis, memang mulai marak. Ada sebagian dari mereka yang mencantumkan analisa kinerja saham dan sebagian lainnya hanya menyebutkan nama saham tanpa analisanya.
Untuk golongan kedua, kata dia, rekomendasi itu dikenal dengan istilah pom pom saham . Ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh Raffi Ahmad dan Ari Lasso.
"Sepanjang influencer share analisa mereka itu bagus, saya setuju. Karena investor ritel bisa menganalisa apakah saham itu sesuai tidak dengan psikologis dan tujuan investasi mereka. Kalau hanya saham saja, saya kurang setuju karena kurang proper dan tidak mengedukasi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Ia mengatakan ada risiko yang muncul jika seorang investor khususnya investor ritel membeli saham berdasarkan rekomendasi tanpa disertai analisis alias pom pom saham . Ia mengingatkan kembali jika investasi pada efek saham bersifat high risk alias risiko tinggi, karena pergerakan saham bisa naik dan turun dalam kurun waktu yang cepat.
Karenanya, ia khawatir jika investor ritel tidak diedukasi dengan baik serta hanya mengikuti tren dari influencer, maka mereka belum siap dengan risiko penurunan nilai investasi ke depannya. Terlebih, jika rekomendasi saham itu tidak disertai dengan analisa kinerja saham.
"Jadi, jangan langsung percaya hanya dengan melihat konten di sosial media lalu ikut beli. Karena, ketika sudah beli begitu harga saham bisa turun, takutnya kalau beli dan turun menjadi mental jatuh," paparnya.
Sebagai gambaran, saham MCAS memang langsung meroket setelah Raffi Ahmad dan Ari Lasso merekomendasikannya pada 4 Januari 2021. Pada penutupan perdagangan, saham MCAS menguat signifikan 5,26 persen atau 210 poin ke level Rp4.200 per saham.
Keesokan harinya, kenaikannya lebih tinggi yakni 8,33 persen atau 350 poin ke posisi Rp4.550 per saham. Namun pada perdagangan Kamis, 7 Januari 2021, penguatan saham MCAS sudah berkurang yakni hanya 0,22 persen atau 10 poin menjadi Rp4.560 per saham.
Oleh sebab itu, ia menyarankan investor ritel untuk mempelajari saham sebelum memutuskan investasi pada instrumen tersebut. Tak hanya itu, ia menganjurkan investor ritel memiliki sejumlah pengetahuan mengenai bisnis perusahaan dan analisa fundamental saham.
Itu meliputi, Price to Earning Ratio (PER) atau rasio yang menggambarkan harga saham sebuah perusahaan dibandingkan dengan keuntungan atau laba per saham yang dihasilkan perusahaan tersebut (EPS) dan Price To Book Value (PBV) atau rasio harga saham terhadap nilai bukunya yang membandingkan antara nilai pasar suatu saham dengan nilai bukunya.
Biasanya, PBV digunakan sebagai salah satu ukuran paling dasar untuk apakah saham sedang diskon atau tidak.
"Yang perlu diperhatikan investor, harus tahu saham perusahaan apa, melakukan bisnis apa. Dan belajar analisis fundamental dan teknikal yang simpel, seperti membaca PER dan PBV supaya tahu pergerakan ke depan dan valuasi saham," tuturnya.
Sepakat, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengakui ada dampak negatif dari fenomena influencer saham yang justru bisa merugikan investor.
"Dampak negatifnya orang di pasar modal itu dia searching for leader. Jadi, orang pertama masuk bingung makanya cari pemimpin, ketika dia pikir ada orang yang hebat, dia akan menjadikannya sebagai pemimpin dan dia akan ikuti apa yang disampaikan, kalau salah tentu menderita kerugian," katanya.
Hans menilai apa yang dilakukan oleh Raffi Ahmad dan Ari Lasso tersebut sebenarnya tidak melanggar aturan, sepanjang mereka tak menerima bayaran dari perseroan atas rekomendasi saham tersebut serta tidak menerima bayaran dari investor yang mengikuti rekomendasinya.
Namun, jika keduanya menerima keuntungan dari pihak perseroan yang direkomendasikan sahamnya, maka hal tersebut melanggar kode etik.
"Kalau beberapa artis itu cuma cerita dia untung investasi saham ini, itu tidak ada informasi menyesatkan dan tidak ada manipulasi pasar jadi tidak melanggar ketentuan UU tentang Pasar Modal. Tapi, tentu secara norma, kalau seandainya dibayar oleh emiten, lalu merekomendasikan suatu saham kemudian orang menjadi rugi, itu saya kira melanggar norma," jelasnya.
Karenanya, ia meminta para influencer tersebut berhati-hati ketika memberikan rekomendasi saham supaya tidak menyesatkan. Terlebih, mereka memiliki banyak pengikut (follower) besar di sosial media.
Raffi Ahmad diketahui memiliki follower sebanyak 49,2 juta sedangkan Ari Lasso 1,9 juta follower. Hans sejauh ini mendukung langkah BEI untuk berdiskusi dengan para influencer tersebut.
"Tentu karena ini influencer, punya pengikut banyak dan tujuan otoritas juga ingin investor untung makanya mereka dipanggil untuk edukasi," ucapnya.
Sepakat dengan Hendriko, ia menyarankan investor khususnya ritel tidak menelan mentah-mentah rekomendasi saham dari pihak lain. Sebaiknya, mereka menganalisa kinerja perusahaan di masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.
Untuk analisa kinerja masa lalu dan masa kini, investor dapat menggunakan laporan keuangan emiten yang dirilis setiap kuartalnya di keterbukaan informasi BEI. Sementara itu, untuk melihat prospek ke depan, maka investor bisa melihat lini bisnis yang dijalankan oleh perusahaan apakah masih memiliki prospek menjanjikan ke depannya.
"Jadi, investor melakukan analisa dan mempunyai action plan kalau gagal mau cut loss di harga berapa dan kalau berhasil mau taking profit di harga berapa," jelasnya.
Terlepas dari risiko tersebut, baik Hendriko dan Hans sepakat jika rekomendasi saham dari para influencer tersebut bisa meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap investasi di pasar modal. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan penetrasi investasi pada instrumen-instrumen di pasar modal.
Sumber : cnnindonesia.com